TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Purwadi Purwoharsojo menilai jika Status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kabupaten Kutai Timur dicabut oleh pemerintah pusat maka akan menjadi beban tersendiri bagi Kalimantan Timur.
Tentu akan menjadi barang mangkrak, kemudian investor bakal setengah hati untuk menanamkan modalnya di kawasan tersebut.
Status KEK yang disandang Maloy sejatinya pasar terbuka luas, apalagi Kaltim merupakan tempat industri ekstraktif, dan kawasan ini pula sangat dekat dengan bahan baku, baik batubara maupun kelapa sawit dan sebagainya.
Sehingga daerah bisa mengakses pasar lebih cepat, serta orang akan berinvestasi ke Kaltim.
Baca juga: Kutai Timur Jadi Salah Satu Superhub Ekonomi IKN Nusantara, Andalkan KEK Maloy
“Saat tidak ada status kawasan khusus maka investor akan setengah hati. Dia berhitung, kalau investasi Rp 5 miliar misalnya, berkolaborasi di wilayah itu, targetnya kembali dan untung tahun depannya. Ketika hitung-hitungan tidak tercapai maka orang akan malas berinvestasi,” tegas Purwadi kepada TribunKaltim.co pada Kamis (8/2/2024).
“Kalau izinnya belum beres, banyak dampak. Terutama sulit untuk mendatangkan investor. Karena itu menyangkut kepastian status kawasan. Investor pasti akan berpikir ketika status kawasan belum klir. Khawatir pada kemudian bakal ada konflik dan lain sebagainya,” imbuhnya.
Kutai Timur menjadi bagian Superhub Ekonomi IKN Nusantara lantaran ada KEK Maloy. (HO/KEK MBTK)
Bicara investasi maka kalkulasi utama investor adalah untung-rugi, jika benar status KEK dicabut, menurutnya pemerintah pusat tidak adil.
Ibu Kota Negara (IKN) di Kaltim saja setengah mati digelontorkan anggaran jumbo.
Nah, KEK Maloy yang digadang-gadang mendorong ekonomi Kaltim dari sisi perairan ekspor-impor melalui lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II).
Baca juga: Kawasan Industri Buluminung dan KEK Maloy akan Dihidupkan Karena Terkoneksi IKN Nusantara
“Kalau memang KEK Maloy salah satu nadi ekonomi dari sisi laut kenapa tidak. Katanya hari ini gembar-gembor ekonomi maritim. Potensi ikan di laut juga mau digali. Kalau hanya sekadar izin, terus tidak bisa kelar apa gunanya,” ungkapnya.
Tantangan Bagi Akmal Malik
Purwadi berharap, waktu lima bulan yang diberikan pemerintah pusat bisa dimaksimalkan Pemprov Kaltim mengurus izin permanen pelabuhan.
Tentu, ini juga menjadi tantangan bagi Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik.
Meski Purwadi juga bertanya-tanya, dua Gubernur sebelumnya yakni Awang Faroek Ishak dan Isran Noor yang notabene asal Kutai Timur tersebut tidak menyelesaikan terkait KEK Maloy.